Anakku Nggak Mau Kursus,Bu (Konsultasi ke-3)

Beberapa waktu aku tidak mendengar cerita si Ibu, akhirnya aku mendapatkan sms dari Ibu itu. Ibu itu menceritakan bahwa anak tertuanya yang sudah SMP tidak mau kursus bahasa Inggris lagi. Alasannya karena di tempat kursus dia tidak ada teman dan teman-teman yang ada disana kaya-kaya. Anak itu menjadi minder. Setelah Ibu itu sms, lalu Ibu itu meneleponku. Disana Ibu itu menjelaskan kembali dengan detail permasalahan yang dihadapi anaknya. Aku dengarkan apa yang diceritakannya dengan baik hingga akhirnya dia memanggil anaknya untuk berbicara denganku secara langsung.

Ibu itu takut nanti nilai anaknya jelek dan ayahnya akan marah ketika tahu hal itu, apalagi jika si anak sampai berhenti karenanya. Aku mencoba mencari tahu apa yang terjadi di dalam diri si anak.

“Nanti panggil mbak aja ya,” kataku.

“Iya,Mbak,” katanya dengan suara yang lembut.

“Kata mama adik nggak mau kursus lagi ya? Kalau boleh mbak ingin tahu penyebabnya?” Tanyaku.

” Iya, Mbak. Di tempat kursus adik teman-temannya kaya-kaya semua. Mereka nggak mau temenan sama adik,” suaranya terdengar sendu.

” Jadi, adik minder ya?”

” Adik mau cari tempat kursus yang lain aja, tapi mama nggak bolehin. Kata mama nanti aja, nunggu beberapa bulan lagi karena baru bayar kursusnya.”

“Oh, gitu. Mbak tadi juga sudah diceritain mama. Adik tahu mama udah bayar kursusnya?”

“Iya, mbak. Mahal. Makanya adik bingung. Nanti kalau nggak kursus dimarah papa,” suaranya terdengar sedih.

“Gini, mbak boleh usul nggak? Ntar adik cerita dengan tutor disana tentang perasaan adik selama kursus. Terus, minta tanggapan dari tutor adik.”

“Udah,Mbak, tapi temannya masih aja nggak mau temenan sama aku,” katanya.

“Kalau memang nggak ada perubahan, ntar bilang sama mama. Mama kan udah tahu. Ntar Mbak bilang sama mama adik kalau adik masih tetap disana, adik mungkin akan merasa jenuh dan akibatnya berpengaruh dengan nilai pelajaran adik.” Dia diam.

“Tapi, adik harus tahu konsekuensinya jika tidak kursus lagi, adik harus mendapatkan nilai yang lebih baik sehingga papa dan mama tidak akan marah karenanya.”

“Iya, Mbak,” jawabnya singkat.

“Terus, jika nanti papa marah, adik harus siap dengan konsekuensinya, yaitu dimarah.

“Ya udah, mbak boleh ngobrol lagi dengan mama?”

“Boleh, Mbak. Ini mama,” handphone pun beralih ke mamanya. Aku menjelaskan apa yang disampaikan anaknya kepadaku. Aku meminta si Ibu tidak memaksakan si anak untuk tetap kursus ditempat yang diinginkannya. Aku juga meminta untuk menjelaskan kepada suaminya tentang perasaan si anak bahwa jangan memaksakan kehendak kepada anak. Anak akan mendapatkan pola belajarnya sendiri. Kalau dia tidak mau kursus sekarang, mungkin sewaktu-waktu dia akan sangat menyukai kursus. 🙂

Tentang Meliana Aryuni

Seorang yang mencoba menciptakan makna hidup dari lika-liku kehidupan melalui tulisan.
Pos ini dipublikasikan di Artikel Psikologi. Tandai permalink.

3 Balasan ke Anakku Nggak Mau Kursus,Bu (Konsultasi ke-3)

  1. Beny Kadir berkata:

    sekedar berkunjung mba dan baca2 postingan ada

    Suka

  2. haaiii…salam kenal yaaa…:)

    Suka

  3. er berkata:

    Senior mampir ke blog saya ya, seputar psikologi juga 😀
    http://indonesiapsikologi.blogspot.com

    Suka

Terima kasih atas masukannya, semoga tulisan disini bermanfaat ya :)