Bubble yang Datang Lagi

Hampir setahun yang lalu, pernah aku posting tulisan tentang bubble [disini]. Nah, kali ini aku posting lagi. Baca deh, musim bubble dimulai hari ini.

Aku tidak tahu dari mana datangnya si bubble, tahu-tahu anak-anak di kelasku sudah ribut membicarakan bubble. Sesaat kudengar desas- desus asalnya dari anak kelas V. Belum sampai sejam, anak-anak sudah memegang gelas plastik dan air. Isinya bubble berwarna-warni. Mulailah mereka bermain air. Mulailah mereka mengeluarkan uang untuk membeli bubble. Aku biarkan saja.

Terkejut juga saat aku kembali ke kelas, gelas plastik yang biasa digunakan sebagai tempat minum anak tinggal sedikit. Kulihat, di loker hampir seluruh anak ada gelas. Isinya, lagi-lagi bubble. Untung saja gelasku tidak jadi tempat untuk bubble mereka. Aku masih membiarkan. Tepat pelajaran BBQ, aku melihat air berceceran di lantai kelas dengan kelas yang berantakan. Sebelum mulai BBQ, aku ceramah dulu. Sebenarnya aku tahu bahwa pelarangan tanpa pengarahan tidak akan berhasil dengan baik. Aku coba menjelaskan mengapa harus ada pelarangan. Beberapa anak protes dengan pelarangan itu lalu mereka mendekati mejaku. Wajah-wajah mereka cemberut. Biarlah nanti akan kujelaskan lagi saat sholat Ashar.

” Bunda, kok kami dilarang-larang main bubble ?” Kata seorang anak ikhwan.

” Nak, pernah nggak Bunda melarang kalian main tanpa sebab ? Kalian boleh main apa saja, tapi kalau sudah membuat temannya nangis atau berkelahi, Bunda akan larang, ” kataku.

” Coba tadi, ngeliat nggak ? Lantai kelas becek, nggak ada yang bertanggung jawab,” lanjutku kembali.

” Tapi kan tadi sudah dibersihin, Bunda,” rengek anak itu kembali diikuti oleh teman di sebelahnya.

” Iya, Bunda tahu itu,” aku mengalah.

” Coba aja lihat tempat minum kita. Tuh, temen-temen nggak bisa minum karena airnya abis buat bubble,” aku menunjuk ke dispenser. Mereka terdiam.

” Terus, coba lihat ember, banyak air yang terbuang sia-sia, mubazir,Nak…” Itulah mengapa Bunda sampai membuat keputusan tidak main bubble lagi. Jika aku lanjutkan penjelasan untuk satu anak, wah waktu baca Qur’an/iqra’ anak lain akan terbuang dan akan aku simpan setelah Ashar nanti. Penundaan penjelasan tadi masih membawa tanda tanya di hati anak, yang tersisa hanya sorot matanya yang masih tidak sependapat denganku mengenai pelarangan main bubble.

 

Aku paling tidak suka kalau melarang tanpa pengarahan. Setelah Ashar dan doa pulang, mereka masih berada di ambal. Aku mulai bicara.

” Nak, bukan maksud Bunda melarang kalian main bubble. Bunda pernah bilang, kalian boleh main apa saja asalkan tidak ada yang merasa tersakiti/dirugikan. Nah, memang bubble ini tidak ada yang tersakiti atau menangis karenanya, tapi Bunda melihat ada banyak kerugian dari bermain ini. Oke, coba tadi, waktu Bunda masuk kelas, air berceceran di lantai dan tidak ada yang bertanggung jawab membersihkannya. Terus, waktu Bunda melihat tempat air, air minum kita kosong dan gelas-gelas banyak yang hilang. Banyak air yang terbuang percuma padahal kalau kalian tahu kakak-kakak yang membantu membersihkan dan mengisi air itu harus membawa galon air dari jarak jauh. Kasihan mereka, Nak….” kataku. Seorang anak menyatakan pendapatnya.

“Besok kita nggak pake air minum lagi,Bunda,” dengan wajah manyun berkata padaku.

” Pernahkah kalian merasakan wudhu nggak ada air ? Air susah untuk didapat dan tidak langsung ada. Pernah kan ?”

” Pernah, Bunda, tapi kan kita bisa tayamum,” kata Rian.

” Benar kita bisa tayamum, tapi kita nggak bisa tayamum bukan karena nggak ada air, tapi karena ulah kita sendiri yang telah memboros-boroskan air,” aku berusaha menjelaskan sedetail mungkin. Seorang ibu Gema kuminta unjuk bicara.

” Nak, besok tidak boleh lagi main ini ya. Tuh liat air minum habis. Ibu dan kakak-kakak Gema itu ngambil airnya jauh sekarang. Ya, jangan lagi,” kata ibu itu.

” Tadi kan Bunda sudah bilang, tempat ngambil air kita itu jauh. Kita coba membantu mereka. Terus, mending uangnya dimanfaatkan buat keperluan apa gitu,” kataku. Mereka melihatku, ada yang dahinya bertaut. Ada yang melongok takjub…. ❓ Yang jelas, mereka sudah kembali ceria saat bersalaman pulang sambil memasukan bubble ke kantong plastik kiloan.

 

” Tapi kalau di rumah bolehkan, Bunda ?” 😆

 

 

 

 

 

Tentang Meliana Aryuni

Seorang yang mencoba menciptakan makna hidup dari lika-liku kehidupan melalui tulisan.
Pos ini dipublikasikan di Pernik Sekolah. Tandai permalink.

30 Balasan ke Bubble yang Datang Lagi

  1. Mamah Aline berkata:

    anakku juga suka bubble mba, jadi saya kasih aturan merawat satu gelas atau satu ember bubble tanpa banyak membuang air percuma

    Suka

  2. Vicky Laurentina berkata:

    Hai, Bu Guru. Usahanya keras juga ya buat mencegah anak-anak itu main gelembung sabun di kelas. Tapi saya salut buat kesabarannya, Bu. 🙂 Ini di sekolah mana sih?

    Suka

  3. BlogCamp berkata:

    Sahabat tercinta,
    Dengan rasa bangga saya mengucapkan selamat kepada anda atas penerimaan tali asih yang cukup menarik dan bermanfaat.
    Silahkan mengirimkan nama dan alamat lengkap via email ke : pakdecholik@yahoo.com
    Sebagai pemandu perjalanan menuju panggung acara penerimaan tali asih silahkan melihat artikel di http://abdulcholik.com/2010/01/28/tali-asih-di-anoraga
    Terima kasih-salam hangat dari Surabaya

    Suka

  4. Kakaakin berkata:

    Oo… jadi bubble itu bukan dari sabun?
    Kalo kelas jadi jorok gara2 maenan bubble, mending dilarang aja 🙂 Syukur deh mereka bisa ngerti ya…

    Suka

  5. darahbiroe berkata:

    heheh lucu tapi mungkin ribet juga mengaturnya yaw yg jelas menyenangkan pastina

    berkunjung n ditunggu kunjungan baliknya makasih

    Suka

    • melianaaryuni berkata:

      Saya yang udah besar aja suka kalo punya tuh bubble….ngemes aja liatnya,Pak. Kenyal malah kata anak-anak bisa beranak karena sifatnya yang bisa membelah diri dan membentuk bubble baru….

      Suka

  6. setitikharapan berkata:

    Wah bagus mbak cara melarangnya ” Kekuatan tanpa Kekerasan” dan mereka menerima dengan lapang dada.
    Sekalian mo Selamat ya mbak setelah mendapat 6 Hadiah sekarang dapat Tali Asih dari pakdhe.

    Suka

  7. sauskecap berkata:

    ini bubble yang mana ya? bubble mainan pake sabun? atau minuman bubble drink? kok bikinnya pake air galon

    Suka

  8. sunarnosahlan berkata:

    sebuah upaya penyadaran yang luar biasa disertai dengan kesabaran

    Suka

  9. KutuBacaBuku berkata:

    kayaknya anak2 itu gak akan pernah kehabisan akal yah, hee. klo punya bunda kayak gini mah kutu langsung nurut2 aja dahh, sayang gak pernah dapet guru kayak bunda ^^

    Suka

  10. anak manis berkata:

    bunda kalau mainnya dihalaman boleh khan…?

    ini khan baru musim main bubble…ntar kalau musim kelereng kami akan main kelereng….ntar kalau musim ….musim…musim….ya itulah kami main…kalau perlu bunda ikut aja sekalian main bersama kami…enak lho…main bubble….

    Suka

  11. BENY KADIR berkata:

    Kesabaran yg menakjubkan,Bu.
    Selamat berjuang buat anak-anak tercinta.

    Suka

  12. eca berkata:

    bubble….anak2 emang seneng main itu :((

    Suka

  13. aya berkata:

    salam kenal bunda…
    ikutan baca postingannya ya

    Suka

  14. Sugeng berkata:

    aku melihat ketulusan yang sangat dari seorang buguru 😀
    salam kenal serta jabt erat selalu dari Tabanan

    Suka

  15. alisnaik berkata:

    ah. permainan gelembung. mainan favorit saya sewaktu SD.

    sekarang masih bisa ngelihat permainan gelembung di kartun spongebob 😮 hehehe.

    Suka

  16. gry na telefon berkata:

    Great post, thanks for this. 🙂

    Suka

Terima kasih atas masukannya, semoga tulisan disini bermanfaat ya :)