Remuk Sedikit Demi Sedikit

Begitu inginnya aku untuk mengetahui keluarga itu, tapi tak sepenuhnya berhasil aku. Hanya tanya sedih yang ada di hati. Aku hanya ingin kesedihan itu tergantikan dalam kegembiraan.

Dua anaknya adalah anak yang masih belum tahu apa-apa, tentang kasih sayang orang tua atau tepatnya ayah kini harus mereguk kekelaman bayang sosok ayah. Ayah yang mengagumkan mereka telah menghancurkan hati mereka dan ibu yang mereka cintai. Tak berkata apa pun, sang ayah pergi entah kemana meninggalkan dua anak dan ibunya.

Kegamangan dan ketakutan yang dirasakan sang ibu ternyata disadari oleh anak yang tua, yang akhirnya membuahkan kebencian di hati anak tertua. Pertemuan dengan ayah serasa pisau yang mengiris hati mereka. Pelan-pelan, luka itu menghancurkan harapan di hati kedua anak dan ibunya. Mereka tidak pernah menyangka kejadian ini ternyata mereka alami juga. Perbincangan pisahnya orang tua dalam bentuk perceraian telah sering didengar di stasiun televisi di nusantara. Mereka shock, tapi apa hendak dikata, keluarga itu kini hancur berantakan hanya karena kesalahan ayah yang tidak bisa dimaafkan.

Pergi semaunya dan datang kalau suka. Perilaku itu sering terlihat dari sang ayah baru-baru ini. Ibu telah lama curiga, tapi beliau belum bisa bergerak karena beliau sendiri sering direpotkan dengan rutinitas keluarga. Sampai suatu saat ibu jengah dengan kelakuan si ayah dan berusaha menemukan penyebab ayah berperilaku ‘aneh’.

Ibu sering berperilaku aneh juga karena membuntuti ayah dari pergi kantor sampai pulang kerja. Ibu berjalan memakai topi, atau alat lain yang tidak membuat ayah tahu tingkah laku ibu. Ayah memang lelaki yang gagah dan salah satu yang menarik perhatian ibu untuk menikahi ayah adalah gagahnya ayah. Selain itu ayah juga telah menjabat suatu jabatan prestise di sebuah perusahaan BUMN. Ibu keblinger dengan semua yang ayah tampilkan dan tak ada tanda-tanda bahwa ayah mampu melakukan hal yang menyakiti keluarganya.

Kekuasaan, ketampanan yang menjadikan ibu rela mengarungi rumah tangga dengan ayah. Ibu sadar bahwa menikahi seseorang karena agama itu akan lebih terjamin dibandingkan menikah karena keturunan, harta, atau penampilan fisik. Ibu menyingkirkan apa yang ia tahu lalu melangkah bersama ayah memasuki kehidupan berumah tangga.

Setahun, dua tahun, tiga tahun, sampai 7 tahun tidak ada gejolak yang berarti dalam rumah tangga mereka. Masuk tahun ke-7 pernikahan, ayah mulai menunjukan tingkah aneh. Ayah sering berdandan, parfum semerbak jika hendak pergi ke kantor, sering marah tanpa sebab dengan ibu, jarang di rumah, anak-anak pun sudah jarang diajak jalan ke luar. Semua kebiasaan indah dulu hilang dalam sekejap. Curiga, pasti.

Dengan berbekal kecurigaan itu, ibu menyelidiki. Ternyata setelah diteliti dan diselidiki oleh ibu sedniri sebagai detektifnya, ibu baru bisa mengungkapkan dengan ayah. Sambil menangis ibu mengungkapkan ketidaknyamanannya dengan ayah lalu memperlihatkan foto yang ibu peroleh saat membuntuti ayah.

Ayah terkejut karena dia yakin bahwa perbuatannya tidak akan diketahui oleh ibu, tapi dia salah. Ayah marah dan akhirnya pergi dari rumah dan berbulan-bulan tidak kembali. Anak-anak sering bertanya tentang keberadaan ayah, tapi ibu dengan sedikit berbohong menyatakan bahwa ayah sedang ditugaskan ke luar kota dan pulangnya agak lama. Sakit, itu yang dirasakan sang ibu ketika tidak bisa mengungkapkan kebenaran tentang ayahnya.

Beberapa bulan kemudian, ayah pulang. Tak ada reaksi senang terlihat dari wajah anak-anak. Malah mereka sering menghindari ayah lalu duduk di dekat ibu. Mereka yang dulunya suka bergelayutan di punggung ayah saat pulang dari kantor, kini reaksi itu telah hilang seiring dengan kaburnya kasih sayang yang anak-anak rasakan dari ayahnya. Ibu tidak bisa berbuat apa-apa.

Semakin lama hubungan keluarga ini hambar, datang dan perginya Ayah tidak pernah memberi arti di hati mereka. Maka karena di hati ayah pun perasaan telah berganti dengan ketidaksukaan, maka ayah menjatuhkan talak 1 kepada ibu. Ibu sedih karena tahu bahwa talak yang dijatuhkan ayah disebabkan ayah telah memiliki istri yang tidak diketahui ibu.

Keberadaan istri kedua ayah membuat ibu tidak bisa menerima keberadaan ayah lagi untuk kembali di sisi ibu. Di lain pihak, ibu merasa bersalah dengan keputusan hatinya. Ibu merasa bersalah kepada kedua anaknya yang akan menjadi korban jika kata cerai telah ditetapkan hakim di pengadilan. Akhirnya ibu berusaha untuk menguatkan diri. Ibu pergi ke pesantren dengan kedua anaknya dan berharap bisa menenangkan pikiran. Semua itu tidak bisa menenangkan pikiran ibu. Ibu larut dalam kesedihan. Anak-anak pun merasakan belajar yang tidak optimal di sekolah. Mereka sering tidak paham dengan pelajaran bahkan mereka bisa dikatakan kurang pandai.

Catatan :
Ketika perceraian terjadi, orang tua harus bertanggung jawab terhadap korban yang pasti tersakiti, anak. Harta, jabatan, kekuasaan, semuanya tidak akan berarti. Berserah kepada Allah tentang ketidakmampuan kita menjadikan kita bisa lebih menerima sesuatu meskipun sangat sulit untuk kita jalani.

Kisah ini diangkat dari cerita seseorang dengan penambahan seperlunya.

Tentang Meliana Aryuni

Seorang yang mencoba menciptakan makna hidup dari lika-liku kehidupan melalui tulisan.
Pos ini dipublikasikan di Narasi Psikologi. Tandai permalink.

4 Balasan ke Remuk Sedikit Demi Sedikit

  1. addiehf berkata:

    melihat, mendengar, dan merasakan tentang peristiwa perceraian sungguh seperti membuka lembaran hitam dalam hidupku ini. karena aku adalah salah satu dari sekian banyak korban perceraian itu, namun hidup dan kehidupan harus tetap berjalan. semoga nanti saya tidak mengalami hal seperti ini kalau memang saja diri ini masih dipercaya untuk hisup di dunia fana ini. amin…

    Suka

    • melianaaryuni berkata:

      Mbak Meliana merespon :
      Aamiin…Insya Allah jalan kebaikan terbuka untu semua orang Diehf… Mau karena korban perceraian atau tidak, Subhanallah, Addiehf telah melewati masa2 kritis peristiwa itu malah keadaannya lebih baik dari anak yang tidak mengalami masalah perceraian ortu. Makasih ya udah jd temen yang baik mbak…

      Suka

  2. bintang kejora berkata:

    setiap permasalahan adalah proses pendewasaan manusia, tingal gimana kita menyikapi permasalahan tersebut, asal fokus pada sulusi maka permasalahan itu terasa ringan….

    Suka

Terima kasih atas masukannya, semoga tulisan disini bermanfaat ya :)